I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini Studi kelayakan mempunyai
arti penting bagi perkembangan dunia usaha. Beberapa proyek yang gagal di
tengah jalan, bisnis yang berhenti beroperasi, dan kredit yang macet di dunia
perbankan, serta kegagalan investasi lainnya merupakan bagian dari tidak
diterapkannya studi kelayakan secara konsisten. Secara teoritis, jika investasi
dimulai dengan studi kelayakan yang benar, resiko kegagalan dan kerugian dapat
dikendalikan dan diminalkan sekecil mungkin. Studi kelayakan merupakan salah
satu mata kuliah terapan yang bersifat aplikatif. Studi kelayakan merupakan
ilmu yang dibangun atas disiplin ilmu lainnya, produksi/operasi, pemasaran,
sumber daya manusia,aspek hukum dalam bisnis, dan keuangan. Sebelumnya, penilaian
kelayakan terhadap sebuah investasi dilakukan sacara parsial dan lebih
menekankan aspek finansial. Namun pada kenyataannya, bisnis tidak hanya
ditunjang oleh aspek finansial, tetapi juga aspek-
aspek lain yang bahkan saling bergantungan (interdependen) antara
aspek-aspek bisnis tersebut akan membentuk sistem bisnis.
Studi Kelayakan Bisnis adalah suatu
kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang
akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan.
Layak disini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi
perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah
dan masyarakat luas (Kasmir dan Jakfar, 2007)
Studi kelayakan
bisnis pada umumnya dimulai dari aspek hukum, walaupun banyak juga yang memulai
dari aspek lainnya. Hal ini sangat tergantung dari kesiapan masing-masing
penilai studi kelayakan tersebut. Penilaian atas aspek hukum sangat penting
meningat sebelum usaha tersebut dijalankan, segala prosedur yang berkaitan
dengan izin atau berbagai persyaratan lain harus terlebih dahulu dipenuhi. Bagi
penilai studi kelayakan bisnis, dokumen yang perlu diteliti keabsahan,
kesempurnaan dan keasliannya meliputi badan hukum, perizinan yang dimiliki,
sertifikat tanah maupun dokumen pendukung lainnya.
Masalah yang timbul kadang kala sangat
vital, sehingga usaha yang semula dinyatakan layak dari semua aspek, ternyata
menjadi sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya ketelitian
dalam penilaian di bidang hukum sebelum usaha tersebut dijalankan (Surya, 2012)
Berdasarkan Uraian diatas maka penting pembuatan makalah ini untuk
mengetahuai aspek hukum yang harus diselesaikan untuk pembangunan usaha dalam
suatu Studi Kelayakan Bisnis.
1.2. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana penerapan aspek
hukum untuk membangun suatu bisnis dalam suatu Studi Kelayakan Bisnis ?
b.
Bagaimana cara mengetahui
dan menentukan badan usaha yang sesuai dengan bisnis/usaha/proyek ?
1.3. Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui Sumber Bentuk Legalitas dalam suatu
Studi Kelayakan Bisnis
b. Mahasiswa dapat
mengetahui bentuk dan proses perizinan, syarat-syarat dan ketentuan hukum serta
peraturan pemerintah yang berkaitan dengan usaha/bisnis/proyekc.
c.
Mahasiswa dapat Menilai apakah usaha yang akan dijalankan melangar ketentuan UU
atau ketentuan peraturan yang berlaku / tidak
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan
makalah ini Mahasiswa khusnya mahasiswa pada Jurusan Ageobisnis Perikanan dapat
lebih memahami tentang aspek hukum/legal yang terkait dengan kegiatan Penilaian
Pembangunan Bisnis diIndonesia, baik dari sisi legalitas Penilainya, legalitas
Praktek Penilainya, legalitas Pengguna
Jasa dan legalitas Obyek yang dinilai.
II. PEMBAHASAN
2.1. Definisi Aspek Hukum SKB
Aspek Hukum dalam
Studi Kelayakan Bisnis adalah aspek yang membahas masalah kelengkapan dan
keabsahaan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin
yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen sangat penting, karena hal ini
merupakan dasar hukum yang harus dipegang apabila di kemudian hari timbul
masalah. Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak
yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2007)
Menurut Subagyo, (2007), semua usaha dalam bentuk apapun
memerlukan keabsahan legalitas karena faktor ini yang menentukan keberlanjutan
hidupnya. Sebelum melakukan investasi di suatu daerah/wilayah secara simultan,
pada saat menganalisis aspek-aspek studi kelayakan, maka terlebih dahulu
dilakukan evaluasi dan pra-penelitian tentang peraturan hukum dan
ketentuan-ketentuan legalitas/perizinan yang berlaku di daerah/wilayah
tersebut. Keterlanjuran investasi di suatu daerah/wilayah yang ternyata
melarang bentuk usaha yang dimaksud akan menimbulkan kerugian besar.
2.2. Sumber Bentuk Legalitas
Dipandang dari
sudut sumbernya, bentuk legalitas dapat dibedakan menjadi 2 sumber, yaitu:
a. Kelompok
masyarakat, yaitu sekelompok masyarakat yang hidup dan tinggal di
daerah/wilayah tempat proyek/bisnis akan didirikan. Kelompok masyarakat ini dapat
merupakan bagian dari sistem dan struktur pemerintahan maupun kelompok
adat/suku. Misal, dalam struktur pemerintahan ada rukun tetangga (RT), rukun
warga (RW), desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota madya, dan seterusnya. Selain itu juga terdapat kelompok adat/suku,
misalnya suku/adat Minang, Dayak, Bugis, Tolaki, Muna dan sebagainya yang
menguasai tanah ulayat.
b.
Pemerintah, yang merupakan bagian dari struktur dan sistem pemerintahan di
Indonesia, termasuk lembaga pemerintahan dari desa sampai ke negara serta
instansi/lembaga/departemen yang membidangi sektor-sektor tertentu.
Menurut Subagyo (2007) Usaha dapat dinyatakan
legal jika telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah setempat melalui
instansi/lembaga/departemen/dinas terkait. Tetapi untuk mendapatkan legalitas
usaha, kedua sumber di atas harus diperhatikan. Sumber legal dari
2.3. Perizinan Usaha
Dalam pembagunan kegiatan bisnis ada
dua bentuk periizinan yang wajib dipenuhi oleh pelaku bisnis sebelum
menjalankan usahanya, yaitu izina lokasi dan izin usaha.
a. Izin
lokasi :
a. sertifikat
(akte tanah),
b. bukti
pembayaran PBB yang terakhir,
c. rekomendasi
dari RT / RW / Kecamatan
b. Izin usaha :
Beberapa jenis izin usaha yang dikeluarkan oleh
pemerintah yang menyangkut izin usaha perdagangan, yaitu:
1. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
Merupakan surat izin yang diberikan oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk kepada pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha
dibidang perdagangan dan jasa. Surat izin usaha perdagangan (SIUP) diberikan
kepada para pengusaha, baik perseorangan, firma, CV, PT, koperasi, maupun BUMN.
Kewajiban pemegang SIUP yaitu melaporkan kepada
kepala kantor wilayah Departemen Perdagangan dan Industri atau kantor
Departemen Perdagangan yang menerbitkan SIUP apabila perusahaan tidak melakukan
lagi kegiatan perdagangan atau menutup perusahaan disertai dengan pembelian
SIUP.
2.
SITU (Surat Izin Tempat Usaha)
Setiap perusahaan yang ada perlu dan harus mengurus
SITU, demi keamanan dan kelancaran usahanya. SITU dikeluarkan oleh pemerintah
Kabupaten atau Kotamadya sepanjang ketentuan-ketentuan Undang-Undang Gangguan
mewajibkannya.
Dalam menjalankan perusahaan, pengusaha yang
bersangkutan wajib menaati syarat-syarat antara lain:
a.
Keamanan
b.
Kesehatan
c.
Ketertiban
d. Syarat-syarat
lain (mengutamakan tenaga kerja dari sekitarnya dan menjaga keindahan
lingkungan, serta penghijauan)
3.
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Setiap
pribadi yang berpenghasilan diatas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan
badan usaha wajib atau harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak setempat dan akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Terhadap para wajib pajak yang tidak mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak
dan mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akan dikenakan sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor X Tahun 2000, yaitu sebagai
berikut: "Barang siapa dengan sengaja tidak mendaftarkan dirinya atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun
dan atau denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang atau
yang kurang atau yang tidak dibayar."
4.
NRP (Nomor Register Perusahaan) atau TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, maka
perusahaan diwajibkan mendaftarkan ke kantor pendaftaran perusahaan, yaitu di
Kantor Departemen Perdagangan setempat. NRP (Nomor Register Perusahaan) disebut
juga TDP. NRP/TDP wajib dipasang di tempat yang mudah dilihat oleh umum. Nomor
NRP/TDP wajib dicantumkan pada papan nama perusahaan dan dokumen-dokumen yang
dipergunakan dalam kegiatan usaha.
5.
AMDAL (Analisis Mengenal Dampak Lingkungan)
AMDAL
adalah suatu hasil studi yang dilakukan dengan pendekatan ilmiah, dipandang
dari beberapa sudut pandang ilmu pengetahuan, yang merupakan dampak penting
usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup
dalam suatu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari
satu instansi yang bertanggung jawab. b. Bentuk Badan Usaha.
2.4. Bentuk Badan Usaha
Langkah pertama memulai bisnis adalah
dengan menentukan bentuk usaha yang akan menaungi bisnis tersebut – selain
menentukan bidang usaha dan strategi bisnisnya tentu. Hal ini terutama untuk
menentukan siapa yang menjadi pemodal dan apa peran serta tanggung jawab
orang-orang yang terlibat di dalamnya. Jika Anda hanya berniat membuka usaha
jualan bakso, maka Anda tidak perlu repot-repot mendirikan PT (Perseroan
Terbatas) – Anda cukup membuat gerobak bakso dan menggantungkan papan iklan di
depan kios. Tapi demi perkembangan bisnis ke depan Anda juga perlu bersiap-siap
merencanakan PT – untuk mengantisipasi bisnis bakso Anda yang akan berkembang
menjadi waralaba. Menurut hukum, berdasarkan modal dan tanggung jawab pemilik
usaha, bentuk-bentuk usaha terdiri dari Perusahaan Perseorangan, Persekutuan
Perdata, Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer dan Perseroan Terbatas.
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan Perseorangan
adalah bentuk usaha yang paling sederhana. Pemilik Perusahaan Perseorangan
hanya satu orang dan pembentukannya tanpa izin serta tata cara yang rumit –
misalnya membuka toko kelontong atau kedai makan. Biasanya Perusahaan
Perseorangan dibuat oleh pengusaha yang bermodal kecil dengan sumber daya dan
kuantitas produksi yang terbatas. Bentuk usaha jenis ini paling mudah didirikan,
seperti juga pembubarannya yang mudah dilakukan – tidak memerlukan persetujuan
pihak lain karena pemiliknya hanya satu orang. Dalam Perusahaan Perseorangan
tanggung jawab pemilik tidak terbatas, sehingga segala hutang yang timbul
pelunasannya ditanggung oleh pemilik sampai pada harta kekayaan pribadi –
seperti juga seluruh keuntungannya yang dapat dinikmati sendiri oleh pemilik
usaha.
2.
Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Menurut pasal
1618 KUH Perdata, Persekutuan Perdata merupakan “suatu perjanjian di mana dua
orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan
dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.” Menurut pasal
tersebut syarat Persekutuan Perdata adalah adanya pemasukan sesuatu ke dalam
persekutuan (inbreng), dan ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan
tersebut. Suatu Persekutuan Perdata dibuat berdasarkan perjanjian oleh para
pihak yang mendirikannya. Dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukan
sesuatu (modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan
(keuntungan) kemudian dibagi diantara para pihak sesuai perjanjian. Perjanjian
Persekutuan Perdata dapat dibuat secara sederhana, tidak memerlukan proses dan
tata cara yang rumit serta dapat dibuat berdasarkan akta dibawah tangan –
perjanjian Persekutuan Perdata bahkan dapat dibuat secara lisan.
3.
Persekutuan Firma
Persekutuan dengan
Firma merupakan Persekutuan Perdata dalam bentuk yang lebih khusus, yaitu
didirikan untuk menjalankan perusahaan, menggunakan nama bersama, dan tanggung
jawab para pemilik Firma – yang biasa disebut “sekutu” – bersifat tanggung
renteng. Karena Firma merupakan suatu perjanjian, maka para pemilik Firma –
para sekutu Firma – harus terdiri lebih dari satu orang. Dalam Firma
masing-masing sekutu berperan secara aktif menjalankan perusahaan, dan dalam
rangka menjalankan perusahaan tersebut mereka bertanggung jawab secara tanggung
rentang, yaitu hutang yang dibuat oleh salah satu sekutu akan mengikat sekutu
yang lain dan demikian sebaliknya – pelunasan hutang Firma yang dilakukan oleh
salah satu sekutu membebaskan hutang yang dibuat oleh sekutu yang lain.
Tanggung jawab para sekutu tidak hanya sebatas modal yang disetorkan kedalam
Firma, tapi juga meliputi seluruh harta kekayaan pribadi para sekutu. Jika
misalnya kekayaan Firma tidak cukup untuk melunasi hutang Firma, maka pelunasan
hutang itu harus dilakukan dari harta kekayaan pribadi para sekutu.
Karena pada dasarnya
Firma merupakan bentuk Persektuan Perdata, maka pembentukan Firma harus
dilakukan dengan perjanjian. Menurut pasal 22 KUHD – Kitab Undang-undang Hukum
Dagang – perjanjian Firma harus berbentuk akta otentik – akta notaris. Meski
harus dengan akta otentik, namun ketiadaan akta semacam itu tidak dapat menjadi
alasan untuk merugikan pihak ketiga. Dengan demikian suatu Firma dapat dibuat
dengan akta dibawah tangan – bahkan perjanjian lisan – namun dalam proses
pembuktian di pengadilan misalnya, ketiadaan akta otentik tersebut tidak dapat
digunakan oleh para sekutu sebagai alasan untuk mengingkari eksistensi Firma.
Setelah akta pendirian Firma dibuat, selanjutnya akta tersebut wajib
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum di mana Firma
itu berdomisili.
4.
Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschaap/CV)
Pada prinsipnya
Persekutuan Komanditer adalah Persekutuan Firma – perkembangan lebih
lanjut dari Persekutuan Firma. Jika
Firma hanya terdiri dari para sekutu yang secara aktif menjalankan perusahaan,
maka dalam Komanditer terdapat sekutu pasif yang hanya memasukan modal. Jika
sebuah Firma membutuhkan tambahan modal, misalnya, Firma tersebut dapat
memasukan pihak lain sebagai sekutu baru yang hanya memasukan modalnya tapi
tidak terlibat secara aktif dalam menjalankan perusahaan. Dalam hal ini, sekutu
yang baru masuk tersebut merupakan sekutu pasif, sedangkan sekutu yang
menjalankan perusahaan adalah sekutu aktif. Jika sekutu aktif menjalankan perusahaan dan menanggung
kerugian sampai harta kekayaan pribadi, maka dalam Komanditer tanggung jawab
sekutu pasif terbatas hanya pada modal yang dimasukannya kedalam perusahaan –
tidak meliputi harta kekayaan pribadi sekutu pasif.
5.
Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT)
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham. Sebagai badan hukum, sebuah PT dianggap layaknya
orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri,
memiliki harta kekayaan sendiri dan dapat menuntut serta dituntut di muka
pengadilan. Untuk menjadikannya sebagai badan hukum PT, sebuah perusahaan harus
mengikuti tata cara pembuatan, pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
(UU PT).
Sebagai persekutuan
modal, sebuah PT didirikan oleh para pendiri yang masing-masing memasukan modal
berdasarkan perjanjian. Modal tersebut terbagi dalam saham yang masing-masing
saham mempunyai nilai yang secara keseluruhan menjadi modal perusahaan.
Tanggung jawab para pendiri PT adalah sebatas modal yang disetorkan ke dalam PT
dan tidak meliputi harta kekayaan pribadi mereka. Menurut UU PT, Modal PT
terbagi atas Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan Modal Disetor. Modal Dasar
adalah modal keseluruhan PT sebagaimana yang dinyatakan dalam Akta
Pendiriannya, yaitu nilai yang menunjukkan besarnya nilai perusahaan. Modal
ditempatkan adalah bagian Modal Dasar yang wajib dipenuhi/disetor oleh
masing-masing para pemegang saham kedalam perusahaan, sedangkan Modal Disetor
adalah Modal Ditempatkan yang secara nyata telah disetorkan.
Dalam menjalankan
perusahaan, sebuah PT dilengkapi organ-organ yang memiliki fungsi
masing-masing, yaitu: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan
Komisaris. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas, Rapat Umum Pemegang Saham
adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas-batas yang ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Secara umum, tugas RUPS adalah menentukan kebijakan
perusahaan. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan, sehingga Direksi dapat mewakili perseroan itu
baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan
pengawasan terhadap perseroan, baik secara umum maupun secara khusus, termasuk
memberi nasihat kepada Direksi
2.5.
Dasar Hukum Pelaksanaan Bisnis di Indonesia
1. Peraturan dan Ketentuan Yang Terkait
dengan Kegiatan Penilaian (PJP dan UJP) di Indonesia, Menurut Standar Penilaian
Indonesia (2013) dan Kede Etik Penilaian
Indonesia (2013) antara lain adalah:
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor :
125/PMK.01/2008, 3 September
2008, tentang Jasa Penilai
Publik.
· Keputusan Bersama Menperidag dan Menkeu Nomor :
423/MPP/Kep/7/2004 dan 327/KMK.06/2004
mengenai Pembinaan dan Pengawasan Usaha Jasa Penilai Kepada Menkeu.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 406/KMK.06/2004 tentang Usaha
Jasa Penilai berbentuk Perseroan Terbatas
Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.01/2014
2. Peraturan dan Ketentuan tentang Pertanahan
dan Properti, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013) dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013) antara lain adalah :
UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) dan Peraturan Pelaksanannya.
· UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun dan Peraturan
Pelaksanaannya.
· Keputusan-Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat dan
Menkimpraswil yang terkait dengan Pembangunan infrastruktur, perumahan dan
fasilitasnya.
Ketentuan-ketentuan tentang Rencana Tata Kota (RUTRK, RDTK,
RTRW)
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak Pengelolaan
Ijin Lokasi Penggunaan Tanah / Ijin Pembebasan Tanah / Ijin
Perolehan Tanah
Ijin Pembangunan (IPB, IMB dan HO)
Ketentuan–ketentuan tentang kerja sama pemanfaatan tanah (BOT,
BOO dll)
Ketentuan-ketentuan tentang Kawasan Berikat
3. Menurut Standar Penilaian Indonesia
(2013) dan Kede Etik Penilaian Indonesia
(2013) , UU RI No. 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah. Yaitu UU RI No. 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fiducia
4. Menurut Standar Penilaian Indonesia
(2013) dan Kede Etik Penilaian Indonesia
(2013) , UU RI No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Terkait
5. Menurut Standar Penilaian Indonesia
(2013) dan Kede Etik Penilaian Indonesia
(2013), Peraturan dan Ketentuan tentang Perpajakan Tanah dan Bangunan
a. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan
pelaksanaan Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), PPh, PPN, PPnBM
b. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan
tentang BPHTB.
c. PPh, PPN, PPnBM terkait tanah dan bangunan
6. Ketentuan dan Peratuan tentang Perbankan,
Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)
dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013).
a. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tentang Hak Tanggungan/Hipotik
b. Peraturan Bank Indonesia
7. Nomor : 7/2/PBI/2005, tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013) dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013)
8. Ketentuan dan Peraturan yang terkait
dengan Aset / Barang milik Negara/Daerah, Menurut Standar Penilaian Indonesia
(2013) dan Kede Etik Penilaian Indonesia
(2013)
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sumber Bentuk Legalitas dalam suatu Studi Kelayakan Bisnis
dibedakan atas dua bentu yaitu Kelompok Masyarakat, yaitu sekelompok masyarakat
yang hidup dan tinggal di daerah/wilayah tempat proyek/bisnis akan didirikan
dan Pemerintah, yang merupakan bagian dari struktur dan sistem pemerintahan di
Indonesia, termasuk lembaga pemerintahan dari desa sampai ke negara serta
instansi/lembaga/departemen yang membidangi sektor-sektor tertentu.
2. Bentuk Perizinan
a. Izin Lokasi,
diantaranya: sertifikat (akte tanah), bukti pembayaran PBB yang terakhir,
rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan
b. Izin usaha, diantaranya : Perusahaan
Perseorangan, Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer
(Commanditaire Vennotschaap/CV), Perseroan Terbatas (PT).
3. Peraturan Pemerintah, diantaranya : Peraturan dan
Ketentuan Yang Terkait dengan Kegiatan Penilaian (PJP dan UJP) di Indonesia,
Peraturan dan Ketentuan tentang Pertanahan dan Properti, UU RI No. 4 tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan
Tanah, Peraturan dan Ketentuan tentang Perpajakan Tanah dan Bangunan, UU RI No.
8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Terkait Ketentuan dan Peratuan
tentang Perbankan, Nomor : 7/2/PBI/2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, Ketentuan dan Peraturan yang terkait dengan Aset / Barang milik
Negara/Daerah
DAFTAR
PUSTAKA
Subagyo,
A. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi.
PT Elex Media Kumputindo Kelompok Gramedia. Jakarta
Kasmir
dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis.
Kencana. Jakarta
Kede Etik Penilaian Indonesia. . 2013. Materi Ujian Sertifikasi Penilai Bisnis.
Jakarta. Indonesia
Sari
Surya. 2012. Studi Kelayakan Bisnis.
Fakultas Ekonomi. Universitas Andalas. Padang
Standar Penilaian Indonesia. 2013. Materi Ujian Sertifikasi Penilai Bisnis. Jakarta. Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam penyusunan Makalah ini, tidak sedikit
hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang Proses Jalannya
Aspek Hukum Dalam suatu Studi Keleyakan Bisnis ini. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Universitas Halu Oleo. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Kendari,
11 April 2016
Penulis
Studi
Kelayak Bisnis Perikanan
(Aspek
Hukum)
![]() |
Di Susun Oleh :
AFRIZAL TOSEMBA
I1A5 14 131
JURUSAN
AGROBISNIS PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016