Rabu, 21 September 2016

Makalah Studi Kelayak Bisnis Perikanan (Aspek Hukum)

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini Studi kelayakan mempunyai arti penting bagi perkembangan dunia usaha. Beberapa proyek yang gagal di tengah jalan, bisnis yang berhenti beroperasi, dan kredit yang macet di dunia perbankan, serta kegagalan investasi lainnya merupakan bagian dari tidak diterapkannya studi kelayakan secara konsisten. Secara teoritis, jika investasi dimulai dengan studi kelayakan yang benar, resiko kegagalan dan kerugian dapat dikendalikan dan diminalkan sekecil mungkin. Studi kelayakan merupakan salah satu mata kuliah terapan yang bersifat aplikatif. Studi kelayakan merupakan ilmu yang dibangun atas disiplin ilmu lainnya, produksi/operasi, pemasaran, sumber daya manusia,aspek hukum dalam bisnis, dan keuangan. Sebelumnya, penilaian kelayakan terhadap sebuah investasi dilakukan sacara parsial dan lebih menekankan aspek finansial. Namun pada kenyataannya, bisnis tidak hanya ditunjang oleh aspek finansial, tetapi juga aspek-
aspek lain yang bahkan saling bergantungan (interdependen) antara aspek-aspek bisnis tersebut akan membentuk sistem bisnis.
Studi Kelayakan Bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Layak disini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas (Kasmir dan Jakfar, 2007)
            Studi kelayakan bisnis pada umumnya dimulai dari aspek hukum, walaupun banyak juga yang memulai dari aspek lainnya. Hal ini sangat tergantung dari kesiapan masing-masing penilai studi kelayakan tersebut. Penilaian atas aspek hukum sangat penting meningat sebelum usaha tersebut dijalankan, segala prosedur yang berkaitan dengan izin atau berbagai persyaratan lain harus terlebih dahulu dipenuhi. Bagi penilai studi kelayakan bisnis, dokumen yang perlu diteliti keabsahan, kesempurnaan dan keasliannya meliputi badan hukum, perizinan yang dimiliki, sertifikat tanah maupun dokumen pendukung lainnya.
Masalah yang timbul kadang kala sangat vital, sehingga usaha yang semula dinyatakan layak dari semua aspek, ternyata menjadi sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya ketelitian dalam penilaian di bidang hukum sebelum usaha tersebut dijalankan (Surya, 2012)
Berdasarkan Uraian diatas maka penting pembuatan makalah ini untuk mengetahuai aspek hukum yang harus diselesaikan untuk pembangunan usaha dalam suatu Studi Kelayakan Bisnis.
1.2. Rumusan Masalah
a.       Bagaimana penerapan aspek hukum untuk membangun suatu bisnis dalam suatu Studi Kelayakan Bisnis ?
b.      Bagaimana cara mengetahui dan menentukan badan usaha yang sesuai dengan bisnis/usaha/proyek ?
1.3. Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui Sumber Bentuk Legalitas dalam suatu Studi Kelayakan Bisnis
b.   Mahasiswa dapat mengetahui bentuk dan proses perizinan, syarat-syarat dan ketentuan hukum serta peraturan pemerintah yang berkaitan dengan usaha/bisnis/proyekc.
c. Mahasiswa dapat Menilai apakah usaha yang akan dijalankan melangar ketentuan UU atau ketentuan peraturan yang berlaku / tidak
1.4. Manfaat                                    
            Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini Mahasiswa khusnya mahasiswa pada Jurusan Ageobisnis Perikanan dapat lebih memahami tentang aspek hukum/legal yang terkait dengan kegiatan Penilaian Pembangunan Bisnis diIndonesia, baik dari sisi legalitas Penilainya, legalitas Praktek Penilainya,   legalitas Pengguna Jasa dan legalitas Obyek yang dinilai. 



II. PEMBAHASAN
2.1. Definisi Aspek Hukum SKB
            Aspek Hukum dalam Studi Kelayakan Bisnis adalah aspek yang membahas masalah kelengkapan dan keabsahaan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen sangat penting, karena hal ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang apabila di kemudian hari timbul masalah. Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2007)
Menurut Subagyo, (2007), semua usaha dalam bentuk apapun memerlukan keabsahan legalitas karena faktor ini yang menentukan keberlanjutan hidupnya. Sebelum melakukan investasi di suatu daerah/wilayah secara simultan, pada saat menganalisis aspek-aspek studi kelayakan, maka terlebih dahulu dilakukan evaluasi dan pra-penelitian tentang peraturan hukum dan ketentuan-ketentuan legalitas/perizinan yang berlaku di daerah/wilayah tersebut. Keterlanjuran investasi di suatu daerah/wilayah yang ternyata melarang bentuk usaha yang dimaksud akan menimbulkan kerugian besar.
2.2. Sumber Bentuk Legalitas
            Dipandang dari sudut sumbernya, bentuk legalitas dapat dibedakan menjadi 2 sumber, yaitu:
a. Kelompok masyarakat, yaitu sekelompok masyarakat yang hidup dan tinggal di daerah/wilayah tempat proyek/bisnis akan didirikan. Kelompok masyarakat ini dapat merupakan bagian dari sistem dan struktur pemerintahan maupun kelompok adat/suku. Misal, dalam struktur pemerintahan ada rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota madya, dan seterusnya.  Selain itu juga terdapat kelompok adat/suku, misalnya suku/adat Minang, Dayak, Bugis, Tolaki, Muna dan sebagainya yang menguasai tanah ulayat.
b. Pemerintah, yang merupakan bagian dari struktur dan sistem pemerintahan di Indonesia, termasuk lembaga pemerintahan dari desa sampai ke negara serta instansi/lembaga/departemen yang membidangi sektor-sektor tertentu.
Menurut Subagyo (2007) Usaha dapat dinyatakan legal jika telah mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah setempat melalui instansi/lembaga/departemen/dinas terkait. Tetapi untuk mendapatkan legalitas usaha, kedua sumber di atas harus diperhatikan. Sumber legal dari
2.3. Perizinan Usaha
            Dalam pembagunan kegiatan bisnis ada dua bentuk periizinan yang wajib dipenuhi oleh pelaku bisnis sebelum menjalankan usahanya, yaitu izina lokasi dan izin usaha.
a. Izin lokasi :
a.    sertifikat (akte tanah),
b.    bukti pembayaran PBB yang terakhir,
c.    rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan
b.  Izin usaha :
Beberapa jenis izin usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah yang menyangkut izin usaha perdagangan, yaitu:
1. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)
Merupakan surat izin yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha dibidang perdagangan dan jasa. Surat izin usaha perdagangan (SIUP) diberikan kepada para pengusaha, baik perseorangan, firma, CV, PT, koperasi, maupun BUMN.
Kewajiban pemegang SIUP yaitu melaporkan kepada kepala kantor wilayah Departemen Perdagangan dan Industri atau kantor Departemen Perdagangan yang menerbitkan SIUP apabila perusahaan tidak melakukan lagi kegiatan perdagangan atau menutup perusahaan disertai dengan pembelian SIUP.
2. SITU (Surat Izin Tempat Usaha)
Setiap perusahaan yang ada perlu dan harus mengurus SITU, demi keamanan dan kelancaran usahanya. SITU dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten atau Kotamadya sepanjang ketentuan-ketentuan Undang-Undang Gangguan mewajibkannya.
Dalam menjalankan perusahaan, pengusaha yang bersangkutan wajib menaati syarat-syarat antara lain:
a.         Keamanan
b.        Kesehatan
c.         Ketertiban
d.    Syarat-syarat lain (mengutamakan tenaga kerja dari sekitarnya dan menjaga keindahan lingkungan, serta penghijauan)
3. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
Setiap pribadi yang berpenghasilan diatas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan badan usaha wajib atau harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak setempat dan akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Terhadap para wajib pajak yang tidak mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak dan mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor X Tahun 2000, yaitu sebagai berikut: "Barang siapa dengan sengaja tidak mendaftarkan dirinya atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan atau denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang atau yang kurang atau yang tidak dibayar."
4. NRP (Nomor Register Perusahaan) atau TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, maka perusahaan diwajibkan mendaftarkan ke kantor pendaftaran perusahaan, yaitu di Kantor Departemen Perdagangan setempat. NRP (Nomor Register Perusahaan) disebut juga TDP. NRP/TDP wajib dipasang di tempat yang mudah dilihat oleh umum. Nomor NRP/TDP wajib dicantumkan pada papan nama perusahaan dan dokumen-dokumen yang dipergunakan dalam kegiatan usaha.
5. AMDAL (Analisis Mengenal Dampak Lingkungan)
AMDAL adalah suatu hasil studi yang dilakukan dengan pendekatan ilmiah, dipandang dari beberapa sudut pandang ilmu pengetahuan, yang merupakan dampak penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam suatu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. b. Bentuk Badan Usaha.
2.4. Bentuk Badan Usaha
Langkah pertama memulai bisnis adalah dengan menentukan bentuk usaha yang akan menaungi bisnis tersebut – selain menentukan bidang usaha dan strategi bisnisnya tentu. Hal ini terutama untuk menentukan siapa yang menjadi pemodal dan apa peran serta tanggung jawab orang-orang yang terlibat di dalamnya. Jika Anda hanya berniat membuka usaha jualan bakso, maka Anda tidak perlu repot-repot mendirikan PT (Perseroan Terbatas) – Anda cukup membuat gerobak bakso dan menggantungkan papan iklan di depan kios. Tapi demi perkembangan bisnis ke depan Anda juga perlu bersiap-siap merencanakan PT – untuk mengantisipasi bisnis bakso Anda yang akan berkembang menjadi waralaba. Menurut hukum, berdasarkan modal dan tanggung jawab pemilik usaha, bentuk-bentuk usaha terdiri dari Perusahaan Perseorangan, Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer dan Perseroan Terbatas.
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan Perseorangan adalah bentuk usaha yang paling sederhana. Pemilik Perusahaan Perseorangan hanya satu orang dan pembentukannya tanpa izin serta tata cara yang rumit – misalnya membuka toko kelontong atau kedai makan. Biasanya Perusahaan Perseorangan dibuat oleh pengusaha yang bermodal kecil dengan sumber daya dan kuantitas produksi yang terbatas. Bentuk usaha jenis ini paling mudah didirikan, seperti juga pembubarannya yang mudah dilakukan – tidak memerlukan persetujuan pihak lain karena pemiliknya hanya satu orang. Dalam Perusahaan Perseorangan tanggung jawab pemilik tidak terbatas, sehingga segala hutang yang timbul pelunasannya ditanggung oleh pemilik sampai pada harta kekayaan pribadi – seperti juga seluruh keuntungannya yang dapat dinikmati sendiri oleh pemilik usaha.
2. Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Menurut pasal 1618 KUH Perdata, Persekutuan Perdata merupakan “suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.” Menurut pasal tersebut syarat Persekutuan Perdata adalah adanya pemasukan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng), dan ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan tersebut. Suatu Persekutuan Perdata dibuat berdasarkan perjanjian oleh para pihak yang mendirikannya. Dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukan sesuatu (modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan (keuntungan) kemudian dibagi diantara para pihak sesuai perjanjian. Perjanjian Persekutuan Perdata dapat dibuat secara sederhana, tidak memerlukan proses dan tata cara yang rumit serta dapat dibuat berdasarkan akta dibawah tangan – perjanjian Persekutuan Perdata bahkan dapat dibuat secara lisan.
3. Persekutuan Firma
Persekutuan dengan Firma merupakan Persekutuan Perdata dalam bentuk yang lebih khusus, yaitu didirikan untuk menjalankan perusahaan, menggunakan nama bersama, dan tanggung jawab para pemilik Firma – yang biasa disebut “sekutu” – bersifat tanggung renteng. Karena Firma merupakan suatu perjanjian, maka para pemilik Firma – para sekutu Firma – harus terdiri lebih dari satu orang. Dalam Firma masing-masing sekutu berperan secara aktif menjalankan perusahaan, dan dalam rangka menjalankan perusahaan tersebut mereka bertanggung jawab secara tanggung rentang, yaitu hutang yang dibuat oleh salah satu sekutu akan mengikat sekutu yang lain dan demikian sebaliknya – pelunasan hutang Firma yang dilakukan oleh salah satu sekutu membebaskan hutang yang dibuat oleh sekutu yang lain. Tanggung jawab para sekutu tidak hanya sebatas modal yang disetorkan kedalam Firma, tapi juga meliputi seluruh harta kekayaan pribadi para sekutu. Jika misalnya kekayaan Firma tidak cukup untuk melunasi hutang Firma, maka pelunasan hutang itu harus dilakukan dari harta kekayaan pribadi para sekutu.
Karena pada dasarnya Firma merupakan bentuk Persektuan Perdata, maka pembentukan Firma harus dilakukan dengan perjanjian. Menurut pasal 22 KUHD – Kitab Undang-undang Hukum Dagang – perjanjian Firma harus berbentuk akta otentik – akta notaris. Meski harus dengan akta otentik, namun ketiadaan akta semacam itu tidak dapat menjadi alasan untuk merugikan pihak ketiga. Dengan demikian suatu Firma dapat dibuat dengan akta dibawah tangan – bahkan perjanjian lisan – namun dalam proses pembuktian di pengadilan misalnya, ketiadaan akta otentik tersebut tidak dapat digunakan oleh para sekutu sebagai alasan untuk mengingkari eksistensi Firma. Setelah akta pendirian Firma dibuat, selanjutnya akta tersebut wajib didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum di mana Firma itu berdomisili.
4. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschaap/CV)
Pada prinsipnya Persekutuan Komanditer adalah Persekutuan Firma – perkembangan lebih lanjut  dari Persekutuan Firma. Jika Firma hanya terdiri dari para sekutu yang secara aktif menjalankan perusahaan, maka dalam Komanditer terdapat sekutu pasif yang hanya memasukan modal. Jika sebuah Firma membutuhkan tambahan modal, misalnya, Firma tersebut dapat memasukan pihak lain sebagai sekutu baru yang hanya memasukan modalnya tapi tidak terlibat secara aktif dalam menjalankan perusahaan. Dalam hal ini, sekutu yang baru masuk tersebut merupakan sekutu pasif, sedangkan sekutu yang menjalankan perusahaan adalah sekutu aktif. Jika sekutu aktif  menjalankan perusahaan dan menanggung kerugian sampai harta kekayaan pribadi, maka dalam Komanditer tanggung jawab sekutu pasif terbatas hanya pada modal yang dimasukannya kedalam perusahaan – tidak meliputi harta kekayaan pribadi sekutu pasif.
5. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sebagai badan hukum, sebuah PT dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri dan dapat menuntut serta dituntut di muka pengadilan. Untuk menjadikannya sebagai badan hukum PT, sebuah perusahaan harus mengikuti tata cara pembuatan, pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Sebagai persekutuan modal, sebuah PT didirikan oleh para pendiri yang masing-masing memasukan modal berdasarkan perjanjian. Modal tersebut terbagi dalam saham yang masing-masing saham mempunyai nilai yang secara keseluruhan menjadi modal perusahaan. Tanggung jawab para pendiri PT adalah sebatas modal yang disetorkan ke dalam PT dan tidak meliputi harta kekayaan pribadi mereka. Menurut UU PT, Modal PT terbagi atas Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan Modal Disetor. Modal Dasar adalah modal keseluruhan PT sebagaimana yang dinyatakan dalam Akta Pendiriannya, yaitu nilai yang menunjukkan besarnya nilai perusahaan. Modal ditempatkan adalah bagian Modal Dasar yang wajib dipenuhi/disetor oleh masing-masing para pemegang saham kedalam perusahaan, sedangkan Modal Disetor adalah Modal Ditempatkan yang secara nyata telah disetorkan.
Dalam menjalankan perusahaan, sebuah PT dilengkapi organ-organ yang memiliki fungsi masing-masing, yaitu: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas, Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas-batas yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Secara umum, tugas RUPS adalah menentukan kebijakan perusahaan. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, sehingga Direksi dapat mewakili perseroan itu baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap perseroan, baik secara umum maupun secara khusus, termasuk memberi nasihat kepada Direksi

2.5. Dasar Hukum Pelaksanaan Bisnis di Indonesia
1. Peraturan dan Ketentuan Yang Terkait dengan Kegiatan Penilaian (PJP dan UJP) di Indonesia, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013) antara lain adalah:
 Peraturan Menteri Keuangan  Nomor : 125/PMK.01/2008, 3 September
 2008, tentang Jasa Penilai Publik.
·    Keputusan Bersama Menperidag dan Menkeu Nomor : 423/MPP/Kep/7/2004  dan 327/KMK.06/2004 mengenai Pembinaan dan Pengawasan Usaha Jasa Penilai Kepada Menkeu. 
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 406/KMK.06/2004 tentang Usaha Jasa Penilai berbentuk Perseroan Terbatas 
  Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.01/2014
2. Peraturan dan Ketentuan tentang Pertanahan dan Properti, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013)  antara lain adalah :
  UU No. 5 Tahun 1960  Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pelaksanannya.
·    UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun dan Peraturan Pelaksanaannya.
·    Keputusan-Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Menkimpraswil yang terkait dengan Pembangunan infrastruktur, perumahan dan fasilitasnya.
 Ketentuan-ketentuan tentang Rencana Tata Kota (RUTRK, RDTK, RTRW)
 Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak Pengelolaan
 Ijin Lokasi Penggunaan Tanah / Ijin Pembebasan Tanah / Ijin Perolehan Tanah
 Ijin Pembangunan (IPB, IMB dan HO)
 Ketentuan–ketentuan tentang kerja sama pemanfaatan tanah (BOT, BOO dll)
 Ketentuan-ketentuan tentang Kawasan Berikat
3. Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013) , UU RI No. 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah. Yaitu UU RI No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fiducia
4. Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013) , UU RI No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Terkait
5. Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013), Peraturan dan Ketentuan tentang Perpajakan Tanah dan Bangunan 
a. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan  Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), PPh, PPN, PPnBM
b. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan tentang BPHTB.
c. PPh, PPN, PPnBM terkait tanah dan bangunan
6. Ketentuan dan Peratuan tentang Perbankan, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013).
a. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tentang Hak Tanggungan/Hipotik 
b. Peraturan Bank Indonesia
7. Nomor : 7/2/PBI/2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013)
8. Ketentuan dan Peraturan yang terkait dengan Aset / Barang milik Negara/Daerah, Menurut Standar Penilaian Indonesia (2013)  dan Kede Etik Penilaian Indonesia (2013)



III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sumber Bentuk Legalitas dalam suatu Studi Kelayakan Bisnis dibedakan atas dua bentu yaitu Kelompok Masyarakat, yaitu sekelompok masyarakat yang hidup dan tinggal di daerah/wilayah tempat proyek/bisnis akan didirikan dan Pemerintah, yang merupakan bagian dari struktur dan sistem pemerintahan di Indonesia, termasuk lembaga pemerintahan dari desa sampai ke negara serta instansi/lembaga/departemen yang membidangi sektor-sektor tertentu.
2. Bentuk Perizinan
 a. Izin Lokasi, diantaranya: sertifikat (akte tanah), bukti pembayaran PBB yang terakhir, rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan
b. Izin usaha, diantaranya : Perusahaan Perseorangan, Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschaap/CV), Perseroan Terbatas (PT).
3. Peraturan Pemerintah, diantaranya : Peraturan dan Ketentuan Yang Terkait dengan Kegiatan Penilaian (PJP dan UJP) di Indonesia, Peraturan dan Ketentuan tentang Pertanahan dan Properti, UU RI No. 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah, Peraturan dan Ketentuan tentang Perpajakan Tanah dan Bangunan, UU RI No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Terkait Ketentuan dan Peratuan tentang Perbankan, Nomor : 7/2/PBI/2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Ketentuan dan Peraturan yang terkait dengan Aset / Barang milik Negara/Daerah



DAFTAR PUSTAKA

Subagyo, A. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. PT Elex Media Kumputindo Kelompok Gramedia. Jakarta
Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana. Jakarta
Kede Etik Penilaian Indonesia. . 2013. Materi Ujian Sertifikasi Penilai Bisnis. Jakarta. Indonesia
Sari Surya. 2012. Studi Kelayakan Bisnis. Fakultas Ekonomi. Universitas Andalas. Padang
Standar Penilaian Indonesia. 2013. Materi Ujian Sertifikasi Penilai Bisnis. Jakarta. Indonesia



KATA PENGANTAR
Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini.
Dalam penyusunan Makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Proses Jalannya Aspek Hukum Dalam suatu Studi Keleyakan Bisnis ini. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Halu Oleo. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.


Kendari, 11 April  2016

Penulis



Studi Kelayak Bisnis Perikanan
(Aspek Hukum)



http://www.unhalu.ac.id/img/logo-baru.png
 








Di Susun Oleh :
AFRIZAL TOSEMBA
I1A5 14 131




JURUSAN AGROBISNIS PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016


3 komentar:

Terima Kasih Telah berkunjung di blog saya